Penilaian Kesehatan Tanah menggunakan Penyusunan Indikator Tanah dan indikator MDS

Tanah merupakan sistem yang sangat kompleks yang digambarkan sebagai sistem multikomponen dan multifungsi. Kapasitas tanah dalam melakukan fungsinya sebagai komponen utama sistem produksi pangan dan serat sangat ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang dipengaruhi oleh faktor pembentuk tanah seperti bahan induk, iklim, waktu, organisme dan topografi. Namun, kondisinya sering berubah oleh intervensi pertanian yang menyebabkan degradasi lahan melalui pengelolaan tanah, seperti sistem irigasi dan drainase, pengolahan tanah, pemupukan, pengapuran yang dapat merubah sifat-sifat tanah.

Dikutip dari Solopos (2015), sekitar 70 persen dari keseluruhan luas tanah di Indonesia bersifat tidak subur (terdegrasai) karena aktivitas manusia yang menyebabkan kesehatan dan kualitas tanah mengalami penurunan. Namun, akhir-akhir ini, perhatian terhadap evaluasi degradasi lahan terutama kualitas dan kesehatan sumber daya tanah semakin meningkat. Peningkatan kesadaran atas pentingnya evaluasi degradasi lahan disebabkan meningkatnya kesadaran bahwa tanah merupakan komponen yang sangat penting dari biosfer bumi, yang fungsinya tidak hanya dalam produksi pangan dan serat tetapi juga dalam mempertahankan kualitas lingkungan lokal, regional dan global.

Kesehatan dan kualitas tanah merupakan salah satu indikator dari kesuburan tanah. Kesehatan tanah didefinisikan sebagai kapasitas berlanjut dari tanah untuk melakukan fungsinya sebagai sistem hidup yang penting, dengan mengakui bahwa tanah mengandung unsur biologis yang memegang peranan kunci dalam ekosistem di dalam batas penggunaan lahan tertentu (Doran dan Zeiss, 2000; Karlen et al., 2001). Kualitas tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah di dalam melakukan fungsinya dalam batas-batas ekosistem alami atau terkelola, untuk mempertahankan produktivitas tanaman dan hewan, memelihara atau meningkatkan kualitas air dan udara, dan mendukung kesehatan manusia dan tempat tinggal.

PENILAIAN KESEHATAN TANAH (Puspitasari, L., & Suratman, S., 2018)

Kesehatan tanah tidak dapat diukur langsung, tetapi diukur dengan menggunakan indikator kinerja tanah. Perubahan indikator kinerja tanah dapat berguna untuk menentukan apakah kesehatan tanah perlu dipelihara dengan praktek konservasi tanah. Ciri tanah yang sehat adalah tanah mudah diolah, jeluk tanah cukup dalam, unsur hara cukup tidak berlebihan, populasi hama dan penyakit tanaman kecil, drainase sangat baik, populasi organisme tanah yang menguntungkan sangat banyak, gulma sangat kecil, bebas bahan kimia dan toksin, tahan degradasi, lentur (resilience) ketika terjadi kondisi yang buruk.

Kerangka Kinerja Penilaian Kesehatan Tanah:



Source: Puspitasari, L., & Suratman, S. (2018). Evaluasi Kesehatan Tanah untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Perkebunan Teh Tritis, Kulon Progo. Jurnal Bumi Indonesia7(2).


Bagan Kinerja Penelitian

PROSES PENILAIAN KESEHATAN TANAH: 

Proses Penilaian Kesehatan Tanah

Penyusunan Satuan Pemetaan Wilayah

Pembuatan satuan pemetaan wilayah penelitian dilakukan dengan menampalkan peta satuan bentuk lahan dengan peta kebun teh. Peta geomorfologi dan lokasi kebun teh menjadi dasar pemetaan kesehatan tanah dan menjadi unit analisis utama penentuan kesehatan tanah. Pembentukan peta ini dilakukan untuk menentukan pengambilan sampel tanah sesuai dengan titik bentuk lahan. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan mengambil lapisan atas dan lapisan bawah karena tanah memiliki karakteristik yang cukup berbeda pada lapisan-lapisan tersebut.

Penyusunan Indikator Kinerja Tanah

Penentuan kelas kesehatan tanah tidak bisa ditentukan secara langsung tetapi dapat ditentukan melalui indikator kinerja tanah (Riwandi, 2010). Oleh sebab itu, indikator kinerja tanah yang dipilih harus dapat mencerminkan kondisi kesehatan tanah di wilayah kajian. Indikator kinerja tanah yang digunakan mencakup karakteristik fisik, kimia, dan biologi tanah. Penilaian semua indikator dilakukan pada setiap titik sampel. 


Karakteristik Tanah Sehat

Terdapat enam belas indikator utama untuk penilaian kesehatan tanah di perkebunan teh Tritis, yaitu yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Indikator Tanah Sehat (disesuaikan kondisi lahan)

Klasifikasi Kesehatan Tanah Sementara

Total skor yang telah dipersentasekan kemudian dibuat klasifikasi kesehatan tanah sementara. Klasifikasi ini disebut sementara karena hanya dibuat sebagai dasar bagi penyusunan MDS, yang dari MDS itu akan disusun klasifikasi kesehatan tanah final. Kelas kesehatan tanah yang dipilih adalah lima kelas karena dapat merepresentasikan tingkat kesehatan tanah, yaitu tingkat kesehatan tanah tidak sehat, kurang sehat, cukup sehat, sehat, dan sangat sehat. Jenis klasifikasi yang digunakan adalah equal step, yaitu klasifikasi yang menggunakan interval jarak yang sama. Interval kelas dihitung dengan mencari selisih antara persentase total skor tertinggi dengan total skor terendah kemudian dibagi jumlah kelas. Kelas kesehatan tanah sementara tersebut menjadi dasar bagi reduksi MDS


Penyusunan Minimum Data Set (MDS) Indikator Kinerja Tanah

Masing-masing sampel tanah yang telah diberikan skor pada setiap indikator kinerja tanah kemudian direduksi dengan cara menghilangkan setiap indikator satu per satu. Jika kelas kesehatan tanah berubah, maka indikator yang dihilangkan tersebut termasuk indikator kinerja tanah yang sensitif. Jika kelas kesehatan tanah tidak berubah, maka indikator yang dihilangkan tersebut termasuk indikator kinerja tanah yang kurang sensitif. Indikator kinerja tanah yang kurang sensitif tersebutlah yang direduksi. Hasil Penelitian:Indikator kinerja tanah yang kurang sensitif setelah diuji coba dengan cara eliminasi dari klasifikasi kesehatan sementara adalah indikator kinerja tanah N total. Oleh sebab itu, indikator kurang sensitif tersebut dieliminasi. Oleh sebab itu, MDS yang dihasilkan adalah dataset yang tersusun atas lima belas indikator kinerja tanah tersebut

Klasifikasi Kesehatan Tanah Akhir

Indikator kinerja tanah yang telah direduksi dengan MDS itulah yang akan digunakan untuk menentukan kelas kesehatan tanah akhir. Cara pengklasifikasian kesehatan tanah akhir ini sama dengan pengklasifikasian kesehatan tanah sementara, yaitu dengan menggunakan metode klasifikasi equal step dengan cara menghitung interval kelas seperti pada persamaan sebelumnya. Hasil Penelitian: Terdapat tiga kelas kesehatan tanah di perkebunan teh Tritis, yaitu kurang sehat, cukup sehat, dan sehat. Tanah yang memiliki kelas sehat hanya sejumlah 9,66 persen. Tanah di perkebunan teh Tritis didominasi oleh kelas cukup sehat, yaitu sejumlah 89,83 persen.

Penyusunan Rekomendasi Arahan Pertanian Berkelanjutan

Rekomendasi dalam penelitian ini disusun untuk menentukan arahan-arahan untuk menuju pertanian berkelanjutan di perkebunan teh Tritis, Kulon Progo berdasarkan klasifikasi kesehatan tanah. Rekomendasi arahan pertanian berkelanjutan ini difokuskan untukmempertahankan kondisi penggunaan lahan berupa perkebunan the. Fungsi tanah yang sehat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan (Moebius-Clune et al, 2017). Hasil Penelitian: Penggunaan lahan berupa perkebunan teh sebagai bentuk konservasi erosi yang efektif dan ekonomis, melakukan pemupukan pada perkebunan teh untuk meningkatkan kadar bahan organik, N total, P2O5, dan K tersedia, serta melakukan perawatan terhadap tanaman teh untuk mendapatkan kinerja tanaman yang baik sehingga diperoleh produksi tanaman teh dengan optimal.


DAFTAR PUSTAKA: 

Doran, J.W. and M.R. Zeiss. 2000. Soil Health and Sustainability: Managing the Biotic Component of Soil Quality. Applied Soil Ecology. 15. 3-11

Karlen, D.L., Andrews, S.S. and Soran, J.W. 2001. Soil Quality: Current Concepts and Applications. Advances in Agronomy. 74: 1-40

Moebius-Clune, B. N. et al. 2017. Comprehensive Assessment of Soil Health, Third Edition. New York: Cornell University.

Puspitasari, L., & Suratman, S. 2018. Evaluasi Kesehatan Tanah untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Perkebunan Teh Tritis, Kulon Progo. Jurnal Bumi Indonesia7(2).

Riwandi. 2010. Identifikasi dan Interpretasi Indikator Kesehatan Tanah. Seminar Nasional dan Kongres Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Jambi, 24- 25 November 2010.

Solopos. 2015. Kesuburan Tanah: Pakar: Tanah di Indonesia 70 Persen Tidak Subur. Diakses dari https://www.solopos.com/kesuburan-tanah-pakar-tanah-di-indonesia-70-persen-tidak-subur-605076 pada 21 Maret 2021




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uji Rerata (BNT, BNJ, Duncan)

RPT dalam RAL dan RAK (2 Pertemuan)

Rancangan Acak Lengkap (RAL)