Sistem Pengelolaan Kesehatan Tanaman dalam Budidaya Tanaman Kopi Arabika
SISTEM
PENGELOLAAN KESEHATAN SECARA SISTEMIK DALAM BUDIDAYA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica)
Gambar 1. Bagan Pengelolaan Kesehatan Tanaman
(Dok. Pribadi)
Pengelolaan kesehatan tanaman dapat dilakukan dengan cara menghilangkan sebagian atau seluruh rangkaian faktor yang menahan tanaman mencapai potensi genetik penuhnya (menjaga keseimbangan rangkaian faktor pembaas tanaman). Faktor-faktor pengahambat potensi genetik antara lain tanah, cuaca, polutan, serangan hama dan penyakit, serta praktek-praktek budidaya yang tidak sesuai. Pengelolaan Kesehatan Tanaman merupakan sebuah aplikasi dari hukum Liebig tantang faktor – faktor pembatas. Hukum Leibig ini dapat dijadikan acuan langkah yang harus ditetapkan pada penerapan PKT.
Widodo, R. A., Saidi, D., & Mulyanto, D., (2020) menyebutkan bahwa menurut Humum Liebig pertumbuhan tanaman dipengaruhi dan ditentukan oleh unsur yang jumlahnya paling rendah, dan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki faktor yang pembatas minimum tersebut. Menurut hukum minimum Liebig, pertumbuhan tanaman dikendalikan oleh jumlah unsuryang paling rendah dan menjadi faktor minimum atau faktor pembatas, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan penambahan pupuk. Peneliti pasca liebig mengungkapkan bahwa tidak hanya faktor unsur saja yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman namun aspek ekologi seperti suhu, pH, iklim, cuaca juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Selain itu, bukan hanya faktor minimum melainkan unsur yang berlebih dapat juga menjadi faktor pembatas penghambat pertumbuhan tanaman.
Langkah-langkah dalam Pengelolaan Kesehatan secara Sistemik dalam Budidaya Tanaman Kopi Arabika (coffea arabica)
Aplikasi PKT dalam pengelolaan tanaman perlu dijabarkan dalam langkah – langkah yang sistematik sehingga dapat di laksanakan dengan runtut, teliti, dan berkesinambungan sehingga dapat dievaluasi. Suatu kegiatan pengelolaan pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu (1) Persiapan, (2) Pelaksanaan dan (3) Evaluasi.
Permasalahan:
Karat Daun (Hemileia vastatrix B.et Br.) pada
Kopi Arabika
Penyakit ini diketahui merupakan penyakit tular udara (airborne disease) yang menyebabkan gugurnya daun, kematian tanaman sehingga dapat menurunkan produksi kopi. Kerusakan tanaman yang disebabkan penyakit karat daun dapat mencapai 58% dan penurunan produksi kopi 25%. Usaha pengendalian penyakit karat daun kopi sejauh ini belum dapat menurunkan intensitas serangan penyakit secara signifikan. Berbagai upaya selalu dilakukan mulai dari pengendalian kultur teknis, varietas tahan, penggunaan agens hayati dan pestisida kimia baik secara tunggal maupun dalam paket teknologi.
1. Persiapan
a. Pengambilan Keputusan
dan Analisa Usaha Tani
Kegiatan ini mencakup pembuatan keputusan ekonomi dan
pembuatan catatan untuk kegiatan monitoring. Analisis Usaha
Tani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana
menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada
suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu
adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (Shinta, 2011). Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui keuntungan dan
kerugian dari rencana-rencana yang akan dijalankan kedepannya. Perencanaan ini
dilengkapi dengan analisis BEP (Break Event Point) untuk menghindari
kerugian dan pelaksanaan pengelolaan diluar yang dibutuhkan karena sesuai yang
dijelaskan pada Hukum Leibig bahwa pengelolaan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tanaman tentunya akan sia-sia.
b. Pengumpulan berbagai
macam Informasi
1. Potensi Genetik
Tanaman
Potensi genetik tanaman ini mengarah pada
kapasitas penuh tanaman untuk tumbuh, berkembang, dan berkembang biak tanpa
faktor – faktor yang membatasi kecuali potensi genetiknya sendiri. Pengetahuan
mengenai fisiologi dari tanaman kopi Arabika sangat diperlukan untuk menguukur
potensi genetik tanaman, Ferry Y., et al., (2015) menyebutkan bahwa mutu
fisiologis dari benih kopi arabika yang baik adalah memiliki daya kecambah
minimum 80% dengan kadar air sebesar 30-40%.
2.Faktor-Faktor yang membatasai tanaman untuk mencapai potensi genetik
Faktor-faktor tsb meliputi (1) Iklim yaitu Tinggi tempat 1.000 s/d. 2.000 mdpl, Curah hujan 1.250 s/d. 2.500 mm/th, Bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) 1-3 bulan, Suhu udara rata-rata 15-25oC (2) Tanah yaitu Kemiringan tanah kurang dari 30%, Kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, Tekstur tanah berlempung (loamy) dengan struktur tanah lapisan atas remah, kadar bahan organik > 3,5 % atau kadar C > 2 %, Nisbah C/N antara 10 – 12, Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)>15 me/100 g tanah, Kejenuhan basa > 35 %, pH tanah 5,5 – 6,5 dengan kadar unsur hara N, P, K, Ca, Mg cukup sampai tinggi (3) Gangguan Hama, Penyakit dan Gulma.
3. Metode yang tersedia untuk mengatasi faktor pembatas
Metode ini
disesuaikan melalui hasil perbandingan antara kondisi lapangan dengan
faktor-faktor pembatas diatas. Contohnya, penetapan waktu penanaman pada kopi
arabika harus sesuai dengan kebutuhan air hujan pada waktu pembungaan,
mengingat tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang hanya berbunga 1x dalam 1
tahun.
3.1. Pemilihan dan Pembukaan Lahan
Langkah awal dari
pembukaan lahan adalah melakukan penebangan dan pembongkaran terhadap pohon,
perdu, dan tunggul beserta perakarannya. Kayu dan serasah (sisa-sisa tanaman,
perdu, dan tunggul), hasilnya ditumpuk pada satu tempat di pinggir kebun.
Pembukaan lahan harus dilakukan tanpa adanya pembakaran (zero burning) dan
penggunaan herbisida dilakukan secara terbatas bijaksana. Manfaat pembukaan
lahan tanpa bakar antara lain: (1) melindungi humus dan mulsa yang telah
terbentuk bertahuntahun, (2) mempertahankan kelembapan tanah, (3) meningkatkan
kandungan bahan organik, (4) mempertahankan kelestarian lingkungan, terutama
tidak menyebabkan polusi udara, (5) menjaga kemasaman (pH) tanah dan mengurangi
biaya pemeliharaan setelah penanaman.
Tanaman kayu-kayuan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti eucalyptus, suren, dan sengon yang
diameternya kurang dari 30 cm, dapat dijadikan sebagai penaung tetap. dengan
populasi 200–500 pohon/ha dan ditata dalam arah utara–selatan. Pembersihan
gulma dapat dilakukan secara manual menggunakan cangkul, arit, dan parang,
maupun kimiawi menggunakan herbisida sistemik atau kontak tergantung jenis
gulmanya secara terbatas dan bijaksana. Untuk memudahkan kontrol kebun dibuat
jalan produksi (jalan setapak) dan agar kebun tidak tergenang air dibuat
saluran drainase. Lahan yang mempunyai kemiringan lebih dari 30% dibuat teras.
2. Pelaksanaan
a.Penggunaan Bibit atau
Bahan Tanam yang Bebas Patogen dan Berkualitas Tinggi
Pemilihan bahan tanam
unggul merupakan langkah penting dalam praktek budidaya kopi yang baik. Dalam
pemilihan bahan tanam unggul perlu dipertimbangkan kesesuaian dengan lingkungan
tempat penanaman agar dapat diperoleh mutu citarasa dan produktivitas yang
maksimal. Pada tanaman kopi bahan tanam dapat berupa varietas (diperbanyak
secara generatif) dan berupa klon (diperbanyak secara vegetatif). Benih unggul
pada tanaman kopi dapat diperoleh dengan cara-cara semaian biji, setek, Somatic
Embryogenesis (SE), dan sambungan klon unggul. Pada daerah yang endemik
nematoda parasit dapat dipakai benih sambungan dengan batang bawah stek klon
kopi Robusta BP 308 yang tahan nematoda, dan selanjutnya disambung dengan
batang atas varietas atau klon kopi Arabika anjuran yang memiliki citarasa baik
dan produktivitasnya tinggi. Beberapa contoh klon unggul untuk Kopi Arabika
adalah (1) Anjuran lama (> 10 tahun) yaitu AB 3, USDA 762, S 795, Kartika 1,
dan Kartika 2. (2) Anjuran baru (< 10 tahun) yaitu Andungsari 1 (AS 1),
Sigarar Utang, Gayo 1, Gayo 2.
b.Pengendalian
Alang-Alang
1.Cara Manual: Daun dan batang alang-alang yang
telah direbahkan akan kering dan mati tanpa merangsang pertumbuhan tunas dari
rimpang serta dapat berfungsi sebagai mulsa, Perebahan dapat menggunakan papan,
potongan kayu atau drum dan Setelah alang-alang terkendali, lahan siap untuk
usahatani kopi dengan tahap-tahap seperti telah diuraikan di atas
2.Cara Mekanis: Dilakukan dengan pengolahan
tanah, Penebasan dapat mengurangi persaingan alang-alang dengan tanaman pokok
tetapi hanya bersifat temporer dan harus sering diulangi minimum sebulan
sekali. Setelah alang-alang terkendali, lahan siap untuk usahatani kopi dengan
tahapan seperti telah diuraikan di atas.
3.Cara Kultur Teknis: Dilakukan dengan penggunaan
tanaman penutup tanah leguminosa (PTL). Jenis-jenis PTL yang sesuai
meliputi Centrosema pubescens, Pueraria javanica, P. triloba, C. mucunoides,
Mucuna sp. dan Stylosanthes guyanensis, Semprot alang-alang dengan
herbisida dengan model lorong, lebar lorong 2 m dan jarak antar lorong 4 m dan Apabila
alang-alang sudah kering, buat dua alur tanam sedalam 5 cm dan jarak antar alur
70 cm. Gunakan PTL sesuai rekomendasi untuk daerah setempat, kebutuhan benih 2
kg/ha. Benih dicampur pupuk SP-36 sebanyak 24 kg/ha kemudian ditaburkan di
dalam alur kemudian Tutup alur dengan tanah setebal 1 cm. Alang-alang akan mati
setelah tertutup oleh tajuk PTL.
c.Penanaman (Jarak
Tanam)
Jarak tanam untuk kopi Arabika
d.Perorakan
Rorak dibuat dalam
rangka konservasi air dan kesuburan tanah. Dibuat setelah benih ditanam di
kebun, dan pada tanaman produktif dibuat secara rutin setiap tahun. Ukuran
rorak 120 cm x 40 cm x 40 cm. Rorak dibuat dengan jarak 40 – 60 cm dari batang
pokok, disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Ke dalam rorak diisikan bahan
organik (seresah, hasil pangkasan ranting kopi dan penaung, hasil penyiangan
gulma, kompos, dan pupuk kandang). Dalam kurun waktu satu tahun rorak biasanya
sudah penuh dengan sendirinya (rata dengan pemukaan tanah).
e. Pemupukan
Unsur hara memegang
peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kopi. Jenis
unsur hara yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kopi, yaitu
Nitrogen (N), Posfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Besi (Fe),
Seng (Zn), dan Boron (B). Kekurangan unsur hara akan berakibat buruk bagi tanaman.
Gejala yang timbul secara visual dapat dilihat pada daun. Pemupukan ini
diperlukan untuk (1) Memperbaiki kondisi dan daya tahan tanaman terhadap
perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti kekeringan dan pembuahan terlalu
lebat (over bearing) (2) Meningkatkan produksi dan mutu hasil dan (3)
Mempertahankan stabilitas produksi yang tinggi.
Kebutuhan pupuk dapat berbeda-beda antar lokasi, stadium pertumbuhan tanaman/umur dan varietas tanaman kopi. Secara umum pupuk yang dibutuhkan tanaman kopi ada 2 jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk an-organik. Pelaksanaan pemupukan harus tepat waktu, tepat jenis, tepat dosis, dan tepat cara pemberian. Diutamakan pemberian pupuk organik berupa kompos, pupuk kandang atau limbah kebun lainnya yang telah dikomposkan. Dosis aplikasi pupuk organik adalah 10-20 kg/pohon/tahun. Pupuk organik tidak mutlak diperlukan pada tanah yang kadar bahan organiknya > 3,5%. Pupuk diberikan setahun dua kali, yaitu pada awal dan pada akhir musim hujan. Pada daerah basah (curah hujan tinggi), pemupukan sebaiknya dilakukan lebih dari dua kali untuk memperkecil risiko hilangnya pupuk karena pelindian (tercuci air). Kebutuhan pupuk anorganik untuk kopi arabika dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
f. Pemangkasan
Pemangkasan pada tanaman kopi Arabika terdiri dari 2 jenis, yaitu pangkas bentuk dan pangkas lepas panen atau pemeliharaan. Pangkas bentuk dilakukan dengan Batang tanaman TBM atau TM I yang mempunyai ketinggian ± 1 m dipenggal dan tiga cabang primer dipotong/disunat pada ketinggian 80–100 cm sebagai unit tangan "Etape I" pemotongan/sunat cabang dilakukan pada ruas ke 2–3 dan pasangan cabang primer yang disunat dihilangkan. Pemangkasan lepas panen dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yang diperoleh dari pangkasan bentuk dengan cara menghilangkan cabang-cabang tidak produktif. Cabang tidak produktif yang dibuang meliputi: cabang tua yang telah berbuah 2–3 kali, cabang balik, cabang liar, cabang cacing, cabang yang terserang hama dan penyakit, serta wiwilan (tunas air).
g. Pengelolaan Tanaman Penaung
Saat awal musim hujan, penaung sementara dikurangi (dirempes) agar tidak terlalu rimbun. Hasil rempesan ditempatkan di sekeliling batang atau dimasukkan rorak. Tanaman penaung sementara seperti Moghania dapat juga dipelihara sebagai tanaman penguat teras atau didongkel setelah tanaman kopi berumur empat tahun (mulai menghasilkan). Sebagai tanaman penguat teras Moghania harus dipangkas secara periodik tiap empat bulan sekali. Sementara tanaman itu Tephrosia sp. dan Crotalaria sp. akan mati sendiri setelah berumur dua tahun
h.Pengendalian Hama Penyakit secara Terpadu
Awal
masa permulaan pelaksanaan program Revolusi Hijau untuk meningkatkan produksi
pangan, masalah hama yang makin meningkat diusahakan ditanggulangi hanya dengan
pestisida. Arif A., (2017) menjelaskan bahwa, terlalu menggantungkan
penanggulangan hama dan penyakit tanaman kepada pestisida saja tidak cukup, karena
akan menimbulkan resistensi pada hama. Hama-hama tsb akan berkembang menjadi
tahan terhadap pestisida dan dalam beberapa kasus akan terjadi ledakan jumlah
hama. Tidak hanya itu, penggunaan formulasi-formulasi pestisida yang berspektur
lebar akan menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan, beberapa spesies
mikroorganisme yang berguna dan bukan sasaran pestisida akan ikut binasa.
Penggalakan
program PHT pada kalangan petani ini merupakan langkah yang konkrit untuk
mengurangi residu dan dampak pestisida terhadap lingkungan. PHT dilakukan
dengan memanfaatkan semua teknik dan metode yang cocok (termasuk biologi,
genetis, mekanis, fisik, dan kimia) dengan cara seharmoni mungkin, guna
mempertahankan populasi hama berada dalam suatu tingkat di bawah tingkat yang
merugikan secara ekonomis. Pengendalian OPT dalam sistem PHT ini dilakukan
secara preventif ataupun kuratif dengan monitoring/pengamatan mingguan sebagai
awal dari pengambilan Keputusan atau Decision Making dalam penentuan
metode pengelolaan OPT. Dalam PHT, penggunaan pestisida kimiawi merupakan
langkah terakhir yang bisa digunakan apabila perkembangan OPT sudah tidak dapat
dikendalikan.
Sasaran Akhir dari kegiatan PHT antara lain
(1) Produktivitas pertanian tinggi (2) Penghasilan dan Kesejahteraan Petani
meningkat (3) Populasi hama dan sebaran penyakit ada pada aras ekonomi yang
tidak merugikan dan (4) Penggunaan resiko pencemaran lingkungan. Penggunaan pestisida kimia dalam
PHT dilakukan secara bijaksana sehingga pengeluaran usaha tani bisa ditekan. Sebelum
adanya PHT petani selalu menyemprot pestisida kimia secara terus menerus tanpa
memperhatikan ada atau tidak adanya hama penyakit pada tanaman sehingga
menyebabkan pengeluaran tinggi dan dari segi ekonomi petani tidak mendapatkan
keuntungan lebih. Penggunaan pestisida yang bijaksana dalam PHT ini tentunya
akan mengurangi penurunan kualitas lahan dan ledakan hama sehingga hama dapat
ditekan hingga aras ekonomi yang tidak merugikan. Hasil akhir dari PHT ini
adalah mutu dari Jahe yang dibudidayakan tentunya lebih baik dan lebih sehat
dibandingkan dengan Jahe hasil dari pertanian yang menggunakan pestisida
kimiawi.
i.Pemanenan,
Penanganan, dan Penyimpanan Hasil secara Benar
Buah kopi masak
mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang
relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya, daging buah muda sedikit
keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula belum
terbentuk secara maksimal, sedangkan kandungan lendir pada buah yang terlalu
masak cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai
secara alami akibat proses respirasi (Surip, M., 2014) . Biji kopi yang bermutu
baik dan disukai konsumen berasal dari buah kopi yang sehat, bernas dan petik
merah. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah telah
merah.
Terdapat dua cara
pengolahan buah kopi, yaitu pengolahan cara kering dan pengolahan cara basah,
perbedaan kedua cara pengolahan tersebut terletak pada adanya penggunaan air
yang diperlukan untuk kulit buah maupun pencucian. Pengolahan cara kering ada
dua macam, yaitu tanpa pemecahan buah dan dengan pemecahan buah. Demikian juga
pada pengolahan basah dibedakan dua macam, yaitu pengolahan basah giling kering
dan pengolahan basah giling basah. Disarankan buah masak yang telah dipanen
diolah secara basah agar mutunya lebih baik. Untuk cara penanganan panen kopi
lebih rinci mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor
52/Permentan/OT.140/9/2012.
3. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan
proses pengumpulan data, penentuan ukuran, penilean serta perumusan keputusan
yang digunakan untuk perbaikan atau penyempurnaan perencanaan berikutnya yang
lebih lanjut demi tercapainya tujuan dari program pertanian. Evaluasi langkah-langkah pelasanaan Pengelolaan
Kesehatan Tanaman perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan-kegiatan
telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan sehingga tujuan mencapai
tanaman sehat telah diperoleh. Dengan evaluasi kita dapat memperoleh data-data
mengenai sejauh mana kegiatan elah dilakukan, mengetahui kesalahan-kesalahan
apa yang telah dilakukan, kekurangan-kekurangan apa yang didapat, atau malah kemajuan-kemajuan
apa yang diperoleh. Kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai pedoman bagi kegiatan
pengelolaan kesehatan tanaman di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif, A. 2017. Pengaruh
bahan kimia terhadap penggunaan pestisida lingkungan. JF FIK UINAM. Vol 3(4). 143-143.
Ferry, Y., H.
Supriadi, dan M.S.D. Ibrahim. 2015. Teknologi Budidaya Tanaman Kopi.
Jakarta: IAARD Press
PPT Bu Wiwit. Materi
2: Pengelolaan Kesehatan Tanaman secara Sistemik.
Shinta
Agustina, 2011. Ilmu Usahatani.
Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. Diakses dari http://shinta.lecture.ub.ac.id/files/2012/11/Ilmu-Usaha-Tani.pdf pada 05 Desember 2020
Surip,
Mawardi. 2015. Pedoman
Teknis Budidaya Kopi Yang Baik (Good Agriculture Practices/ Gap On
Coffee). Jakarta: Direktur Jenderal Perkebunan Direktur Tanaman Rempah dan
Penyegar
Widodo, R. A., Saidi, D., & Mulyanto, D. (2020).
Pengaruh berbagai formula pupuk bio-organo mineral terhadap N, P, K tersedia
tanah dan pertumbuhan tanaman jagung. JURNAL TANAH DAN AIR (Soil and
Water Journal), 15(1), 10-21.
Dilengkapi usaha tani lebih bagus
BalasHapus