Digital Elevation Model

Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik yang mewakili bentuk permukaan bumi dapat dibedakan dalam bentuk teratur, semi teratur, dan acak. Sedangkan dilihat dari teknik pengumpulan datanya dapat dibedakan dalam pengukuran secara langsung pada objek (terestris), pengukuran pada model objek (fotogrametris), dan dari sumber data peta analog (digitasi). Teknik pembentukan DEM selain dari Terestris, Fotogrametris, dan Digitasi adalah dengan pengukuran pada model objek, dapat dilakukan seandainya dari citra yang dimiliki bisa direkonstruksikan dalam bentuk model stereo. Ini dapat diwujudkan jika tersedia sepasang citra yang mencakup wilayah yang sama.


DEM
(source: handalselaras.com)
Digital Elevation Model (DEM) meupakan bentuk penyajian ketinggian bumi secara digital. DEM terbentuk dari titik-titik sample yang memiliki nilai koordinat 3D (X, Y, Z). Titik sample merupakan titik-titik yang didapat dari hasil sampling permukaan bumi. Hasil sampling permukaan bumi didapatkan dari pengukuran atau pengambilan data ketinggian titik-titik yang dianggap dapat mewakili relief permukaan bumi. Data sampling titik-titik tersebut kemudian diolah hingga didapat koordinat titik-titik sample.Jika titik-titik sample sangat padat, maka permukaan topografi akan didefinisikan secara mendalam. Jika titik-titik sample kurang padat, maka karakter-karakter medan yang penting dapat hilang. Contohnya, di area pengukuran terdapat bukit yang memiliki perbedaan tinggi dengan permukaan tanah disekitarnya, namun karena titik sample tidak diambil di bukit tersebut maka DEM yang dihasilkan menjadi rata dan bentuk bukit tidak tersaji dalam DEM tersebut.

Fungsi DEM 

DEM atau Model Elevasi Digital adalah grid raster yang mereferensikan titik awal dari permukaan bumi. Pemodelan ini memungkinkan Anda untuk mengeliminasi objek di permukaan tanah seperti tanaman dan perumahan, model yang dihasilkan berupa model 3D dengan permukaan yang halus. Bangunan (jaringan listrik, gedung dan menara) dan fitur alam (pohon dan jenis vegetasi lainnya) tidak termasuk dalam DEM. Pemodelan ini berguna untuk (Zona Spasial, 2018) :
Hidrografi: Hidrologi menggunakan DEM untuk menggambarkan batas air, menghitung akumulasi aliran dan arah aliran.
Stabilitas Batuan: berguna untuk merencanakan pembangunan jalan raya dan pemukiman, kaitannya dengan daerah rawan longsoran dan daerah lereng yang tinggi dengan vegetasi yang jarang.
Pemetaan Tanah: DEM membantu pemetaan jenis tanah berdasarkan pengamatan terhadapap elevasi, kondisi geologi, faktor pendukung lainnya.
Permukaan tanah dalam DEM dimodelkan dengan membagi area menjadi bidang-bidang yang terhubung satu sama lain dimana bidang-bidang tersebut terbentuk oleh titik-titik pembentuk DEM. Titik-titik tersebut dapat berupa titik sample permukaan tanah atau hasil interpolasi dan ekstrapolasi titik-titik sample.

Sumber Data DEM 

Data DEM dapat diperoleh dari ekstraksi data citra satelit. Penggunaan citra satelit beresolusi tinggi menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan produk peta skala besar dalam waktu singkat. Dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki oleh Satelit Pleiades kemudian menjadi salah satu alternatif pilihan yang dapat dipertimbangkan. Digital Elevation Model (DEM) dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi, misalnya telekomunikasi, navigasi, manajemen bencana, perencanaan sipil, orthorektifikasi citra satelit dan airbone. DEM dapat diperoleh melalui berbagai macam teknik seperti stereo fotogrametri dari survey foto udara, LiDAR, IFSAR, dan survey pemetaan. Metode lain yang dapat digunakan dalam pembuatan DEM misalnya RTK-GPS, block adjustment dari citra satelit dan peta topografi. (Wan Mohd, 2014). 

Bentuk DEM
(Source: Zonaspasial.com)

Seiring berkembangnya teknologi satelit, ekstraksi DEM juga dapat dilakukan langsung dengan menggunakan citra satelit. Proses ekstraksi dapat dilakukan secara otomatis ataupun manual. Menurut Trisakti (2007), informasi topografi yang bersumber dari data DEM dapat dihasilkan menggunakan citra satelit stereo. Citra stereo merupakan 2 (dua) atau lebih citra yang diambil dari sudut perekaman yang berbeda untuk lokasi yang sama di permukaan bumi. Kombinasi citra stereo tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan DEM dengan keakurasian yang baik dengan arti masih memenuhi
toleransi yang ada untuk memetakan permukaan bumi dalam skala 1:25.000 atau lebih besar. Penggunaan titik kontrol GCP akan membantu meningkatkan keakurasian orientasi satelit (Soeksmantono, 2015)

SOURCE: 

PPT Pak Arifin 

Author. 2019. Digital Elevation Model, Digital Terrain Model dan Digital Surface. Diakses dari https://www.handalselaras.com/digital-elevation-model-digital-terrain-model-dan-digital-surface-model/ pada 9 Mei 2020

Soeksmantono, Budhy., Harto, Agung Budi; dkk. (2015): A Study of Pleiades Tri-Stereo Satellite Imagery for Large Scale Topographic Mapping in Indonesia. Bandung: ITB.

Trisakti, Bambang. (2007): Ekstraksi Otomatis Informasi DEM Dari Citra Stereo PRISM-ALOS. Jakarta: LAPAN.

Wan Mohd, Wan Mohd Naim; Abdullah, Mohd Azhafiz; Hashim, Suhaila. (2014): Evaluation of Vertical Accuracy of Digital Elevation Models Generated from Different Sources: Case Study of Ampang and Hulu Langat, Malaysia. Malaysia: FIG Congress, June 2014.

Zona Spasial. 2018. Perbedaan DSM, DEM Dan DTM dalam Model Digital Muka Bumi.

Diakses dari https://zonaspasial.com/2018/12/perbedaan-dsm-dem-dan-dtm-dalam-model-digital-muka-bumi/  pada 9 Mei 2020




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uji Rerata (BNT, BNJ, Duncan)

RPT dalam RAL dan RAK (2 Pertemuan)

Rancangan Acak Lengkap (RAL)